Sunday, May 26, 2013

First Directing Debut in Memoire (2011)


Memoire bercerita tentang Adam (Hurip Suseno), pemuda yang terpuruk dalam kesengsaraan hatinya. Cinta tulus yang diberikan pada kekasihnya Eli (Benedicta Ika Ermadela) dibalas dengan pengkhianatan yang menyakitkan. Eli tidak pernah mencintainya dari awal. Dengan rasa sakit hati yang semakin memuncak, ia memutuskan untuk membakar semua barang kenangannya bersama Eli di sebuah hutan.

Namun, di balik kepedihan yang dirasakan Adam, ada sebuah kenyataan pahit yang tersembunyi. Yang lebih buruk dari apa yang dia rasakan. Yang membuatnya ingin tidur dan tak ingin bangun lagi. Suatu kenyataan yang ia sangkal keberadaannya.

Here's MEMOIRE!



I admit it's a bit confusing so just in case you guys don't fully follow the plot which is normal though.  I'll give some commentary below :)

SPOILER ALERT!!!
(Don't read before watching!)

Ketika Adam selesai membakar semua barang kenangannya ditambah dengan scene flashback Eli menolak bunga pemberiannya lalu menyambut tangan lelaki lain dan mengatakan "Aku nggak pernah sayang kamu.", Adam berbalik badan lalu menemukan sepucuk surat Eli yang tidak sengaja terjatuh. Surat itu adalah surat terakhir Eli untuk Adam berisi pengakuan terakhir Eli dan ucapan selamat tinggal. Dengan perasaan yang campur aduk dan tidak terkontrol, Adam pun berlari dan terus berlari. Screen fades out.

Screen fades in. Adam seketika berada di samping sebuah makam membawa sebuket bunga Chrysant dan sepucuk surat yang ditemukannya. Scene flashback kembali hadir di pikirannya, menguak sebuah kenyataan baru bahwa Eli tidak pernah mengkhianatinya. Eli menerima bunga pemberiannya dan menyambut tangan Adam sendiri, bukan tangan lelaki lain. Lalu memori baru teringat kembali dimana mereka duduk di sebuah pohon berdua. Di suasana yang romantis itu, Adam hendak menghisap rokok kesukaannya. Melihat hal tersebut, Eli pun menarik rokok yang sudah sempat dihisap oleh Adam lalu mematikannya. Adam merogoh saku celananya untuk mengambil batang rokok baru untuk dihisapnya, namun bukannya rokok yang ia temukan namun remah bunga Chrysant putih di dalamnya. Eli pun tertawa kecil melihat Adam yang kebingungan. 

Dengan makin banyaknya momen-momen yang bercampur aduk di benaknya, Adam pun menangis sendu meratapi sebuah kenyataan bahwa Eli tidak pernah mengkhianatinya. Eli meninggalkannya dalam keabadian. Adam tidak mau menerima kenyataan pahit ini. Ia menyangkalnya dengan sekuat tenaga, menggantikannya dengan ekspektasi karangannya sendiri untuk mengobati rasa sakit ditinggalkan pujaan hatinya untuk selama-lamanya.

Behind Memoire

Memoire kami buat 2 tahun yang lalu ketika kampus kami sedang libur panjang bulan September 2011 di Malang, bersama kru Monostudio, Ananta Wahyu (Mek) , Rizky Akbar (Bowr), dan Ekki Finalianto. Sebelumnya kami memang pernah bekerja sama dalam Initial Step to Love dan The Air Between Us / Berbagi Udara yang disutradarai oleh Mek, yang alhamdulillah, memenangkan kompetisi Motion Picture Carnival (Mopica STAN) di tahun yang sama (drenched in tears of joyyyy). Kami pun makin kompak, kami memutuskan untuk mengisi liburan dengan membuat Memoire untuk diikutkan di ajang LA Lights Indie Movie namun sayangnya tidak berhasil menembus babak penyisihan. Buat saya nggak masalah, kami berkarya dengan tulus dan yang paling penting nambah pengalaman dan portfolio. *ciah

Kalo di film sebelumnya Mek jadi sutradaranya, kali ini di Memoire saya jadi sutradaranya karena saya sendiri yang nulis ide cerita Memoire ini dibantu dengan narasi yang dibuat oleh Mek. Ide ini bermula dari pengalaman sendiri, di satu bagian kecil cerita yang akhirnya saya kembangkan sedemikian rupa sehingga hasilnya jauh lebih dramatis. Seperti pada ending, narasi, dan momen-momen kecilnya. Btw ngomongin soal momen-momen kecilnya, saya ngrasa film ini terlalu panjang scene bakar-bakarannya, karena emang di-setting gitu buat menuhin spesifikasi lomba LA Indie Movie yang mengharuskan durasinya 10 menit. Setelah tau nggak jadi masuk babak penyisihan, niatnya sih mau dipersingkat lagi, tapi niat aja sih ujung-ujungnya.

Untuk pemilihan aktor dan aktrisnya, baik Hurip maupun Ima adalah teman baik kami dan emang punya skill akting yang jauh lebih baik dari orang kebanyakan terutama Ima, yang aktingnya keliatan natural banget dan emang punya basic anak teater. Sedangkan Hurip pernah bekerjasama dengan kami di film Berbagi Udara, ia pun punya potensi untuk menjadi aktor yang baik jadi kami pun mempercayakan peran Adam ini kepada Hurip.

Percayalah, di balik layarnya jauh lebih mengerikan.
Setelah skrip jadi kami memulai syuting di beberapa sudut kota Malang termasuk di hutan Malabar, perumahan Dieng, depan Toko Oen, dan pemakaman cina di daerah Sukun. Secara keseluruhan, syutingnya berlangsung dengan lancar, meskipun ada beberapa kendala contohnya di scene membakar kenangan di hutan. Kami nggak sadar kalo daun-daun kering di sekitar hutan itu mudah terbakar jadi kami sempat panik ketika api menjalar semakin besar ditambah nggak prepare air buat madamin daun2 kering yang terbakar itu.

Setelah semua adegan selesai disyut, kami percayakan post-production film kepada Ekki karena ia sudah berpengalaman dalam hal edit mengedit video maupun sound dan juga musiknya. Hasilnya alhamdulillah tepat waktu dan kami pun puas. Meskipun ada beberapa kelemahan di Memoire yang kami sadari betul itu, misalnya dari sisi kualitas videonya yang kurang HD, suara narasi yang kurang halus, kami tidak terlalu ambil pusing. Bowr bilang kalo Memoire ini endingnya ngena banget, jadi terlepas dari kelemahan-kelemahan tadi kami pun cukup lega mendengarnya.

And we're surely looking forward to making more films in the future. Hopefully.
 

Saturday, May 18, 2013

Django Unchained (2012)

Quentin Tarantino, never fails me. Since his third directing debut, Reservoir Dogs (1992) until Django Unchained (2013), he never quits trying to amuse people. His visionary directing style, his ability to cast only the best actors, and the most apparent reason which makes him rules will be.. his piece of writings, his way of making a conversation sounds smart, sarcastic and dreadfully meant something. Heavy but fairly light in the same time. That's a kind of talent not every director slash writer has.

Django Unchained (2012)
IMDb Rating: 8.6/10
Director: Quentin Tarantino
Writer: Quentin Tarantino
Starring: Jamie Foxx,
Christoph Waltz,
Leonardo DiCaprio,
Samuel L. Jackson.
Won 2 of 5 Oscars nominations including
Best Supporting Actor by Christoph Waltz and  
Best Original Screenplay by Quentin Tarantino.


Unlike any of his previous films set in modern era of 21st century, this time he brings us back to 18th century antebellum era of the Deep South and Old West, where slavery were still quite an issue.
Django and Schultz bounty hunting.
Django (Jamie Foxx), a slave freed by Dr. King Schultz (Christoph Waltz), a German dentist and also a bounty hunter, both are on the journey across the United States to rescue Django's wife, Broomhilda, from a cruel plantation owner, Calvin Candie (Leonardo DiCaprio). The pair goes in a smooth way at first, as Schultz well acclaimed as a professional bounty hunter. He can predict what will happen ridiculously in a very precise way. He always knows a way out of trouble with his plan Bs running around his head. But unexpected things happen when they head towards Candie's mansion. Something even Schultz can't expect.

Le Review
Splendiferous as always. I'm glad Tarantino still entrusted Christoph Waltz as a smartass Schultz and yet he won the best supporting actor for it. Incredible. While Leonardo DiCaprio--in my greatest attempt to make it sound as humble as possible--had failed taking over the spotlight. I honestly expect more coming from DiCaprio's acting, unfortunately he's kind of in static mode right now. Though he played a bad guy here, still seemed uncanny to me just like his roles in Blood Diamond, Gangs of New York, The Aviator. He better try a completely challenging, different roles than any of his previous films. Move on to Jamie Foxx, I think he did an okay job, just right. At first I thought he played it stiffy nervous Django, and at the end of the movie, deus ex machina as always, he turned into fierce Django and saved the day.

The plot is brilliant indeed. It's like riding a hysteria. It'll goof around your mood, lift you until a certain point and then drop you fast and hard. It slowly lift up afterwards and start all over again.  Also the dialogue is smart and light, it's not gonna bore you. This is a kind of treatment everytime I see Tarantino's pieces. I get my mind blown all the time.

Happy watching!

Final verdict: 9/10